09 June 2012

Analisis Learning Organization di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja


Oleh
Ketut Agustini-7117110490
<span id='badgeCont764040' style='width:126px'><script src='http://labs.researcherid.com/mashlets?el=badgeCont764040&mashlet=badge&showTitle=false&className=a&rid=C-4182-2017'></script></span>
A.     Pendahuluan
Dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, dan perubahan adalah suatu keniscayaan. Sebuah Institusi pendidikan harus bisa beradaptasi dengan tantangan yang ada sehingga tetap bertahan dan memberikan hasil yang terbaik. Hal ini hanya dapat dilakukan jika Institusi Pendidikan menjadi sebuah organisasi belajar.
Layaknya sebagai sebuah organisme yang hidup di alam bebas dan lingkungan yang terus berubah, Institusi Pendidikan juga akan dihadapkan pada hukum alam. Ia akan dan telah lahir sebagai “bayi”, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi “anak-anak”, “remaja”, “dewasa”, dan pada saatnya nanti akan menghadapi “kematian”. Berkenaan dengan peristiwa “kematian” ini sangat bergantung kepada Insitusi itu sendiri dalam kemampuannya melakukan adaptasi dan antisipasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungannya.
Terdapat delapan faktor yang mendorong sebuah organisasi harus terus berubah, menurut Marquardt (2002:p 3-21) yaitu
(1) terjadinya globalisasi dan ekonomi global (global village) yang membuat perubahan dalam bidang sosial-ekonomi, berakibat semakin ketatnya tingkat persaingan dalam bidang barang dan jasa,
(2) perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni (IPTEKS) yang begitu pesat menuntut individu maupun organisasi untuk terus belajar/mengupdate pengetahuan yang dimilikinya,
(3) transformasi radikal dalam dunia kerja, sebagai akibat dari tuntutan penerapan teknologi informasi dan komunikasi; perubahan dalam struktur organisasi; adanya tuntutan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi organisasi; ledakan jumlah pekerja magang;
(4) Perubahan harapan pelanggan berkenaan dengan aspek harga, mutu, inovasi dari barang dan jasa yang ditawarkan oleh organisasi, serta waktu dan pelayanan yang diberikan organisasi
(5) perubahan munculnya pengetahuan dan pembelajaran sebagai aset utama organisasi, dengan memiliki pengetahuan dan pembelajaran yang berkesinambungan merupakan bahan baku utama dalam menciptakan kreativitas dan sebagai kekuatan pribadi dan organisasi,
(6) Perubahan harapan pekerja yang menuntut dimilikinya keahlian dan keterampilan yang lebih tinggi, diterapkannya berbagai peraturan kerja dalam organisasi, serta harapan-harapan yang menuntut manajer untuk terus memberi motivasi kepada karyawan dan memberi fasilitas yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan,
(7) perubahan keragaman dan mobilitas tempat kerja, perusahaan semakin mencapai lintas batas untuk menemukan keterampilan yang mereka butuhkan, serta (8) perubahan dan kekacauan yang cepat meningkat.
Berbagai perubahan di atas akan menimbulkan masalah besar dan bahkan bisa berakibat pada kematian organisasi apabila tidak mampu diantisipasi dan dipecahkan dengan baik oleh organisasi. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah berbagai masalah tersebut harus dipecahkan dengan cara yang berbeda. Karena setiap masalah memiliki karakteristik yang berbeda dan menuntut pemecahan juga yang berbeda. Sebagaimana diungkapakan oleh Albert Einstein “No problem can be solved from the same consciousness that created it; we must learn to see the world anew” (Marquart, 2002 : p.19) Untuk itu setiap organisasi termasuk Undiksha harus terus belajar mencari solusi atas setiap permasalahan yang diakibatkan oleh perubahan yang tidak dapat dihindarkan.
Dengan kata lain, suatu organisasi seperti Undiksha akan mampu bertahan menghadapi perubahan lingkungan apabila Undiksha juga terus melakukan perubahan baik melalui proses belajar adaptif maupun generatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Peter F. Drucker dalam “The Post Capitalist Society” bahwa keunggulan saat ini sangat ditentukan oleh “Proses Belajar”. Siapa yang lebih cepat belajar dan mampu memanfaatkan keadaan, maka akan muncul sebagai pemenang (Yusuf dalam Khaerudin, 2009)

B.    Profile Undiksha Sebagai Sebuah Organisasi Belajar
Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) yang dulunya merupakan IKIP Negeri Singaraja, merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Negeri satu-satunya di Bali yang menghasilkan tenaga kependidikan. Karena adanya perluasan mandate (wider mandate) maka Undiksha juga memiliki kewenangan untuk menghasilkan tenaga non kependidikan. Saat ini Undiksha memiliki enam fakultas dan satu program pascasarjana dengan jumlah mahasiswa sekitar 12.857 orang dengan tenaga administrasi sebanyak 275 orang dan tenaga pengajar (dosen) sebanyak 489 orang termasuk sekitar 30 orang guru besar (Profesor).
VISI Undiksha adalah sebagaiSebuah Lembaga Pendidikan Tinggi berkualitas yang dikembangkan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang dasar 1945, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, menghasilkan Tenaga Kependidikan dan Tenaga Non-Kependidikan yang bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, memiliki kemampuan akademis-profesional yang tinggi, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga mampu menghadapi masa depan serta memenuhi kebutuhan masyarakat
serta MISI adalah Menyelenggarakan tridarma perguruan tinggi secara efektif dan efisien, di tingkat S0 Kependidikan dan Non-Kependidikan, S1 dan Pasca Sarjana secara berkualitas, bermoral Pancasila, agar hasilnya memiliki daya saing tinggi dan diterima masyarakat global”.
Melihat visi dan misi serta kewenangan yang dimiliki Undiksha, agar tetap bisa eksis dan berkembang serta beradaptasi dengan perubahan yang ada, maka mau tidak mau, Undiksha harus bertransformasi menjadi sebuah organisasi belajar. Berdasarkan Organisasi belajar menurut Marquardt bahwa untuk menjadi sebuah organisasi belajar yang berhasil, Undiksha harus membangun sebuah sistem yang utuh dan komprehensif dengan mengembangkan (1) Lingkungan belajar yang dinamis dengan melibatkan individu, grup atau tim dan organisasi; (2) proses transformasi yang mencakup visi, budaya, strategi dan struktur organisasi; (3) pemberdayaan sumber daya manusia yang ada termasuk didalamnya pegawai/dosen, pimpinan, mahasiswa dan stakeholder; (4) pengelolaan pengetahuan melalui mengakuisisi, berkreasi, storage dan retrieval, mentrasfer dan menggunakan pengetahuan; serta (5) Aplikasi Teknologi melalui sistem informasi, belajar berbasis teknologi dan sistem  elektronik pendukung kinerja (EPSS= electronic performance support systems).  Secara lebih detail akan diuraikan sebagai berikut,
(1)  Mengembangkan Lingkungan belajar yang dinamis dengan melibatkan individu, grup atau tim dan organisasi. Belajar merupakan hal yang paling penting, tanpa belajar tidak akan terbentuk sebuah organisasi belajar. Membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif merupakan syarat mutlak untuk menjadi organisasi belajar. Maka dari itu, iklim yang dinamis dari organisasi seperti Undiksha sangat tergantung dari proses belajar yang dilakukan oleh anggota organisasinya baik secara individu, tim maupun di dalam organisasi itu sendiri. Karena dinamika organisasi belajar akan terjadi hanya melalui individu yang belajar. Sekalipun belajar individu tidak menjamin terjadinya belajar organisasi, namun tanpa belajar individu tidak akan terjadi belajar organisasi, demikian dikatakan Peter Senge (Marquardt,2002:p.23).
Upaya yang telah dilakukan Undiksha dalam mengembangkan lingkungan yang dinamis diantaranya dengan
-       memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap anggota organisasi  seperti kesempatan belajar mengelola diri sendiri maupun bersama tim untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dalam rangka mengembangkan kapasitas dirinya contohnya workshop baik di dalam dan luar, program pencangkokan ke PT yang lebih mapan,dsb   
-       menyediakan fasilitas akses internet yang memadai agar dapat belajar berbantuan komputer dalam proses pembelajaran aktif.
-       berbagi (sharing) pengalaman kerja sehari-hari antar anggota organisasi melalui rapat rutin HMJ, jurusan, Fakultas dan Lembaga.
-       tugas khusus untuk mengerjakan sebuah proyek serta
-       mengembangkan wawasan pribadi, baik melalui kegiatan pendidikan formal maupun non formal dan informal contohnya tugas belajar dosen S2 dan S3.
Iklim belajar yang dinamis akan terwujud apabila proses belajar bukan hanya dilakukan individu tetapi juga oleh tim dan organisasi. Belajar tim memiliki peran yang sangat penting pada saat organisasi menghadapi permasalahan yang kompleks yang sulit dipecahkan secara individual; dan pada saat memerlukan pemikiran yang variatif dan komprehensif. Belajar tim yang sangat solid memungkinkan ditemukannya pemikiran kolektif dan komunikasi yang efektif dan juga kemampuan untuk bekerja secara kreatif dan konstruktif sebagai sebuah sistem.  (Dalam angket total jumlahnya 12)

(2)  proses transformasi yang mencakup visi, budaya, strategi dan struktur organisasi. Undiksha telah melakukan proses transformasi visi, budaya, strategi dan struktur organisasi saat diberikannya perluasan mandat (wider mandate) melalui Peraturan Presiden nomor 11 tahun 2006 yaitu perubahan IKIP Negeri Singaraja menjadi Universitas Pendidikan Ganesha dengan mereformasi, merestrukturisasi, memfokuskan kembali peran dan fungsi Undiksha sebagai LPTK serta menjadikannya sebagai sebuah organisasi belajar. Indikator Undiksha dalam mendukung visi organisasi belajar dapat dilihat dari dukungan yang optimal para pimpinan jurusan, fakultas dan lembaga serta unit pendukung lainnya, melalui kegiatan yang didukung akan masuk dalam anggaran DIPA Lembaga yang diputuskan dalam Rapat Kerja Lembaga setiap tahunnya untuk kegiatan tahun berikutnya, serta adanya iklim yang mendukung dan kesadaran para stakeholder akan pentingnya belajar. Disamping itu, Undiksha tidak hanya belajar dari keberhasilan yang sudah diraih, juga belajar dari kegagalan-kegagalan dengan merefleksikan diri serta berpikir terbuka, menjaga komunikasi yang efektif antar dosen dan pegawai serta pimpinan walaupun belum secara keseluruhan mau berpikir seperti itu. Tetapi jika prosentase anggota organisasi (Undiksha) yang memberikan virus positif lebih banyak niscaya akan memberikan pengaruh yang baik bagi anggota lainnya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan belajar adaptif, antisipatori, deutro, dan belajar aksi. Salah satu Contoh belajar dari kegagalan adalah misalkan saat salah satu jurusan mendapat nilai akreditasi C, disini diperlukan keterbukaan dari para staf dosen dan pegawai serta pimpinan untuk bekerja tim kembali untuk memperbaiki kesalah-kesalahan yang terjadi agar kesempatan revisi akreditasi selanjutnya mendapat nilai lebih baik lagi. (Dalam angket total jumlahnya 12).
     Merujuk pada pendapat Marquardt, terdapat sepuluh strategi utama untuk melakukan transformasi organisasi menjadi organisasi belajar, yang dapat diadopsi oleh Undiksha, yaitu:
1)    menangani berbagai konferensi dan penelitian untuk mengembangkan visi organisasi belajar
2)    membangun dukungan dari para top manajer untuk menjadi organisasi belajar
3)    menciptakan iklim akademik lingkungan Undiksha untuk melakukan belajar berkelanjutan
4)    merekayasa kembali kebijakan dan struktur organisasi Undiksha yang memungkinkan anggotanya terus belajar
5)    menerapkan prinsip reward and punishment kepada anggota yang terus belajar baik secara individual maupun beregu.
6)    membuat belajar menjadi bagian dari seluruh kebijakan dan prosedur Undiksha
7)    membangun pusat keunggulan yang menjadikan Undiksha sebagai organisasi belajar
8)    menggunakan pengukuran finansial dan nonfinansial sebagai sebuah aktivitas belajar
9)    menciptakan waktu, tempat, dan lingkungan fisik untuk belajar
10)  membuat belajar yang disengaja pada setiap waktu dan di semua lokasi

(3)  pemberdayaan sumber daya manusia yang ada termasuk didalamnya pegawai/dosen, pimpinan, mahasiswa dan stakeholder
Di Undiksha, sumber daya manusia yang terus diberdayakan agar memberi kontribusi yang positif bagi terbentuknya organisasi belajar adalah para dosen, karyawan, dan para pimpinan, baik tingkat universitas, fakultas, lembaga, dan unit pelaksana teknis. Sebagai anggota organisasi mereka memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama untuk mengembangkan Undiksha sebagai organisasi belajar melalui proses belajar yang tiada henti.
Untuk mendorong setiap anggota organisasi Undiksha menjadi pemelajar sepanjang hayat, maka Undiksha harus memberi kebebasan, kekuatan, dan semangat untuk terus belajar; memaksimalkan pemberian delegasi otorisasi dan tanggung jawabnya; melibatkan mereka dalam merencanakan dan mengembangkan organisasi; serta menjaga keseimbangan kebutuhan organisasi dan kebutuhan individual (Organization equilibrium), mengembangkan budaya kerja dalam tim, dan tidak kalah pentingnya adalah memberdayakan pegawai agar mampu bekerja tanpa arahan langsung dari manajer, atau melaksanakan “continuous improvement” berdasarkan visi bersama.
Pemberdayaan sumber daya manusia yang menjadi anggota organisasi Undiksha juga diarahkan agar mereka memiliki komitmen yang tinggi untuk memajukan Undiksha, melepaskan sentimen individu dan mengutamakan kepentingan Undiksha, dan berusaha meleburkan diri ke dalam pemikiran kolektif untuk mencapai tingkat penetrasi dan inovasi yang maksimal. Membangun keterbukaan antar anggota organisasi juga menjadi prasyarat untuk terjadinya organisasi belajar yang unggul. Melalui keterbukan diharapkan setiap anggota organisasi menjadi lebih “well-informed”, sehingga dalam setiap pengambilan keputusan didasarkan pada data dan fakta yang akurat.
Agar sumber daya manusia yang ada dalam organisasi Undiksha memberi kontribusi dalam mendorong Undiksha menjadi organisasi belajar yang unggul, dapat dilakukan dengan cara: (Marquart, 1996)
1.    Mengembangkan kebijakan organisasi yang memberi hadiah kepada para anggota organisasi yang terus belajar
2.    menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya pengelolaan-diri tim kerja
3.    memberi kesempatan kepada karyawan dan dosen untuk terus belajar dan berkarya
4.    mendorong para pimpinan universitas, fakultas, lembaga dan unit pelaksana teknis lainnya untuk menjadi model pemelajar sepanjang hayat
5.    mengundang pemimpin untuk lomba proses belajar dan proyek
6.    menyeimbangkan belajar dan kebutuhan perkembangan individu dan organisasi
7.    mendorong dan meningkatkan partisipasi pelanggan (mahasiswa, sekolah, Kemendiknas, dll) dalam organisasi belajar
8.    menyediakan kesempatan belajar bagi masyarakat
9.    membangun kerjasama belajar jangka panjang dengan vendor dan suplier
10. memaksimalkan belajar melalui aliansi (alliances) dan kerjasama (join ventures) dengan stakeholders.
(Dalam angket total jumlahnya 12)

(4)  pengelolaan pengetahuan melalui mengakuisisi, berkreasi, storage dan retrieval, mentrasfer dan menggunakan pengetahuan.
Proses menciptakan pengetahuan dapat dilakukan secara adaptif dan juga secara generatif. Pengetahuan yang bersifat adaptif diciptakan dalam upaya mereaksi dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Berbagai perkembangan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan teknologi sering menimbulkan masalah yang harus segera diatasi dengan pengetahuan baru yang sebelumnya belum dimiliki organisasi. Sedangkan pengetahuan yang bersifat generatif adalah pengetahuan yang secara sengaja dikembangkan secara proaktif untuk mengantisipasi berbagai perkembangan dan perubahan lingkungan, baik secara internal maupun eksternal.
Undiksha sebagai sebuah organisasi belajar sedang proses melakukan keduanya, menciptakan pengetahuan yang bersifat adaptif dan generatif. Melalui bidang penelitian sebagai salah satu dari kegiatan Tridarma perguruan tingginya, Undiksha harus mampu mendorong setiap anggota organisasi menciptakan pengetahuan. Hasil dari proses ini bukan sekedar untuk mempertahankan eksistensi organisasi, tetapi diharapkan akan mendorong perubahan dalam berbagai bidang dalam masyarakat. Lembaga Penelitian memiliki peran yang strategis untuk memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan yang akan dilakukan oleh anggota organisasi Undiksha. Baik dosen maupun mahasiswa, atau mungkin juga staf administrasi diberi kesempatan yang luas untuk melakukan berbagai penelitian untuk mengembangkan dan menciptakan pengetahuan, baik yang bersifat adaptif maupun generatif.
Ada sejumlah aktivitas yang dilakukan Undiksha untuk dapat menciptakan pengetahuan, diantaranya melalui belajar dengan tindakan (action learning), pemecahan masalah secara sistematis (systematic problem solving), eksperimen, belajar dari pengalaman masa lalu (learning form past experiences). Dua kegiatan pertama bersifat adaptif, karena dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, sedangkan dua kegiatan terakhir dilakukan dalam rangka mengantisipasi perubahan dan dalam upaya perluasan dan peningkatan kemampuan Undiksha sebagai organisai belajar.
Untuk kepentingan manajemen pengetahuan yang memadai, Undiksha telah mengembangkan suatu sistem informasi yang berbasis TIK, yang dikelola secara profesional (dapat dilihat di www.undiksha.ac.id ). Dalam kaitan peran dan fungsi Pusat Komputer (Puskom) dalam proses peningkatan/optimalisasi kinerja. (Dalam angket total jumlahnya 12)


(5)    Aplikasi Teknologi melalui sistem informasi, belajar berbasis teknologi dan elektronik sistem pendukung kinerja (EPSS= electronic performance support systems). Undiksha dalam proses memanfaatkan TIK sebagai sarana untuk melaksanakan Belajar Berbasis Teknologi (Technology-Based Learning). Dengan mengadopsi model belajar berbasis teknologi akan mendorong seluruh anggota organisasi untuk melek teknologi (technology literacy), dan terus belajar sesuai dengan kapasitas dan tugasnya masing-masing. Para dosen dituntut untuk terus belajar mengembangkan bahan ajar, berbagai strategi pembelajaran, dan sistem evaluasi yang berbasis TIK; Para mahasiswa dituntut untuk mampu menggunakan dan memanfaatkan perangkat TIK sebagai media dan sekaligus sebagai sumber belajarnya. Dengan mengadopsi TIK sebagai salah satu sub sistem dalam organisasi belajar, akan menuntut para karyawan untuk terus belajar bagaimana memanfaatkan dan mengembangkan manajemen sistem informasi (administrasinya) yang berbasis TIK; Tentu saja tidak ketinggalan para pimpinan fakultas, unit, dan universitas juga harus terus belajar dengan memanfaatkan TIK, untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya dan sekaligus untuk mensosialisasi kebijakan yang diambilnya.
Implikasi dari mengadopsi TIK dalam sistem organisasi adalah diperlukan pengembangan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan perangkat manusianya (brainware). Di sadari betul bahwa untuk penyediaan berbagai perangkat ini, akan diperlukan sumber dana yang tidak sedikit. Di samping penyediaan sejumlah komputer dengan jumlah yang cukup, pada aspek perangkat keras ini, perlu juga dikembangkan jaringan yang baik dan memadai yang dapat menghubungkan antara “Pusat TIK” dengan berbagai unit dan fakultas. Pembangunan jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem kabel atau tanpa kabel (nircable). Pengembangan sarana dan prasarana “Pusat TIK” juga harus menjadi perhatian serius. Demikian juga dengan penyediaan dan pengembangan sumber daya manusianya yang profesional dalam TIK harus mendapat perhatian yang lebih. Evaluasi dan restrukturisasi Pusat Komputer (Puskom) perlu dilakukan agar dapat bekerja secara optimal dan profesional, sehingga mampu melayani semua staf dan civitas akademika Undiksha dan melakukan proses belajar secara berkelanjutan.
(Dalam angket total jumlahnya 12)

C.    Kesimpulan
Dalam mengantasipasi setiap perubahan baik perubahan yang muncul dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), setiap organisasi harus mengatasi perubahan tersebut dengan baik melalui belajar, karena setiap perubahan akan memunculkan masalah. Selain itu, untuk menjaga eksistensinya, suatu organisasi harus mentransformasikan diri menjadi organisasi belajar. Dengan menjadi organisasi belajar, maka setiap anggota organisasi akan terus menerus belajar mengembangkan kapabilitasnya, baik secara individual, tim, maupun organisasi; baik melalui belajar adaptif maupun generatif. Melalui belajar maka organisasi akan mampu mengelola pengetahuan yang dimilikinya untuk mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi dan mengantisipasi perkembangan dimasa yang akan datang.
Dari total hasil angket diperoleh sejumlah 60 poin. Ini menunjukkan bahwa Undiksha memiliki awal dan kesempatan yang baik sebagai sebuah Organisasi Belajar. Untuk itu Dalam membangun sebuah organisasi belajar yang unggul, Undiksha harus mampu mengembangkan dinamika belajar yang dilakukan oleh sivitas akademika, melakukan transformasi organisasi, memberdayakan sumber daya manusia yang dimiliki, baik dosen, karyawan, maupun mahasiswa, mengembangkan manajemen pengetahuan yang baik, dan memanfaatkan teknologi untuk mendukung terjadinya berbagai perubahan untuk mengatasi dan mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungan yang akan mempengaruhi eksistensi Undiksha.
.

D.    Daftar Pustaka
Khaerudin,2009, Membangun UNJ sebagai organisasi yang unggul, Jurnal Teknodik, Vol. XIII No. 1, Juni 2009, Pustekkom, Depdiknas.
Marquardt, Michael J.,2002, Building the Learning Organization, A Systems Approach to Quantum Improvement and Global Success. New York: McGraw-Hill.
Reiser, Robert A., Jaohn V. Dempsey. 2007, Trends and Issues in Instructional Design and Technology, Second Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Senge, Peter M., The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization. 1990
Senge, Peter M., School Thar Learn, A Fifth Discipline. New York: Doubleday Dell Publishing Group, Inc. 2000
Undiksha, 2010, Buku Pedoman Studi, Undiksha press

14 April 2012

11 HUKUM YANG BERLAKU DALAM SYSTEM THINKING SENGE

Oleh
Ketut Agustini
7117110490
system thinking

Dalam sebuah Organisasi Belajar menurut Senge (1990), Berfikir secara sistem merupakan tonggak konseptual (conceptual corner stone) yang mendasari semua pilar disiplin pembelajaran. Berfikir sistem sangat berkepentingan terhadap pergeseran pola fikir (shift of mind) dari cara pandang parsial menuju cara pandang yang holistik. Oleh karena itu berfikir sistem merupakan paradigma yang melihat pada superioritas kesatuan yang menyeluruh  (a paradigma premised upon the primary of the whole). Berfikir sistem merupakan disiplin yang melihat fenomena secara keseluruhan sehingga lebih menekankan kepada kerangka pikir yang saling berkaitan (interconnectedness). Berfikir sistem juga merupakan cara pandang yang berfokus pada perubahan (pattern of change) sehingga tidak melihat suatu fenomena yang hanya didasarkan pada cara yang statis. 
Dalam pengertian yang paling sederhana, berpikir sistem mengajarkan pentingnya berfokus pada gambar besar, dan mengurangi kecederungan berpikir pada tahap detail. Bila diterapkan dalam upaya untuk menciptakan kultur organisasi yang lebih responsif terhadap perubahan, pemikiran sistem akan menuntut anggota organisasi untuk lebih berkonsentrasi pada kecenderungan-kecenderungan besar untuk perubahan, bukan pada kejadian-kejadian kecil sehari-hari. Sehingga dengan berpikir sistem akan memberi inspirasi bagi anggota organisasi untuk melihat pola hubungan antar berbagai hal dalam satu kesatuan.
Memandang betapa pentingnya berpikir sistem dalam lingkungan organisasi yang secara terus menerus belajar, Senge memberikan pandangannya mengenai hukum-hukum yang mendasari cara berpikir sistem melalui bukunya The Art and Practice of The Learning Organization, mengenai sebelas hukum yang merupakan fondasi  (cornerstone) untuk bisa berfikir sistem  (System Thinking) untuk menciptakan organisasi belajar (Learning Organization) yaitu ;

1.       Today’s problems come from yesterday’s solutions. Masalah hari ini datang dari solusi yang lalu. Kita, manusia, senang ketika kita memecahkan masalah. Kita sering tidak berpikir banyak tentang konsekuensi. Anehnya, solusi kemarin bisa menyerang kembali dan menciptakan masalah baru. Analoginya  dari hukum ke satu ini dapat kita ambil dari contoh kasus-kasus berikut :
-          Antibiotika yang menyembuhkan penyakit kemudian malah menimbulkan kuman yang resisten
-          Moral hazard layanan kesehatan saat ini dapat muncul karena layanan gratis yang diberikan pemerintah sebelumnya
-          Orientasi kuratif masyarakat saat ini oleh karena orientasi kuratif layanan kesehatan masa lalu
-          Jargon yang digulirkan pemerintah tentang masyarakat sadar hukum, malah akan meningkatkan kasus penuntutan hukum

2.       The harder you push, the harder the system pushes back, semakin keras Anda menekan, semakin kencang sistem mendesak ke belakang. Oleh senge berpikir sistem untuk fenomena ini memiliki istilah “umpan balik kompensasi”. Maksudnya adalah semakin keras kita bekerja, semakin banyak pekerjaan yang harus dilakukan atau semakin besar usaha yang seseorang lakukan untuk mencoba meningkatkan sesuatu, tampaknya semakin besar usaha yang dibutuhkan. Analogi di dunia nyata terhadap hukum ini dapat diambil dari contoh kasus-kasus berikut,
-    Menghapus korupsi di Indonesia. Ini jelas terlihat semakin dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi oleh pemerintah, malah semakin banyak koruptor di Indonesia dan tanpa malu-malu lagi mereka masuk penjara, menjadikan penjara penuh sesak.
-    Larangan aborsi illegal. Semakin pemerintah fokus terhadap kasus aborsi, semakin bertambah kasus aborsi ini terjadi dimana-mana. Malahan baru-baru ini ditemukan sumur yang berisikan sekitar 50 mayat bayi kasus aborsi.
-    Larangan perdagangan obat illegal. Hampir sama dengan kasus aborsi, malahan lebih parah lagi. Penjara menjadi tempat paling aman dalam bertransaksi narkoba.  

3.       Behavior grows better before it grows worse. Perilaku tumbuh dengan lebih baik sebelum tumbuh menjadi lebih buruk.
Solusi jangka pendek memberikan kita istirahat sejenak dan perbaikan sementara, tetapi tidak menghilangkan masalah mendasar. Masalah-masalah ini akan membuat situasi lebih buruk dalam jangka panjang. Analogi dari hukum ini dalam dunia nyata terlihat dala kasus-kasus berikut,
-          Kesuksesan pilot proyek sebelum akhirnya gagal
-          Program Posyandu yaitu Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu selama ini hanya akrab di telinga jika musim imunisasi tiba. Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu juga biasanya hanya terbatas pada penimbangan badan anak serta pemberian makanan tambahan. Padahal, posyandu bisa menjadi ujung tombak pengentasan persoalan gizi dan peningkatan kesehatan anak karena posyandu mampu menyentuh sampai tingkat desa, bahkan rukun warga (RW). Namun, dalam beberapa tahun terakhir posyandu seperti mati suri.
"Revitalisasi Posyandu sudah dilakukan sejak tahun 1999. Tetapi apakah ada bukti keberhasilannya? Dengan kondisi yang serba terbatas dan anggaran yang cuma Rp 800.000 per tahun kualitas posyandu pun serba seadanya.
-           Desa Siaga
    
4.       The easy way out usually leads back in, Jalan Keluar yang mudah biasanya mengarah pada jalan kembali. Maksudnya adalah kita sering mencari solusi yang mudah bagi kita untuk menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi padahal solusi yang kita berikan itu  malah dapat menjadi bumerang bagi kita dan permasalahan menjadi kompleks. Analogi dari hukum dalam dunia nyata dapat kita lihat pada kasus berikut,
-          Menutup lokalisasi pelacuran.  Disini pemerintah hanya memandang mudah permasalahan tanpa melihat efek yang akan ditimbulkan. Penutupan lokalisasi dengan maksud menghentikan praktik pelacuran akan berjalan sia-sia, karena justru dengan penutupan tempat lokalisasi ini, PSK akan mencari praktek baru. Akhirnya PSK akan nampak merebak memenuhi sudut kota dan menjajakan dirinya secara mencolok. Ditempat lokalisasi kontrol terhadap PSK dapat dilakukan secara teratur dan keberadaan PSK sendiri dapat terdata secara rapi. Namun ketika lokalisasi ditutup dan masing-masing PSK tidak terorganisir lagi maka kontrol itu menjadi sulit dilakukan, akibatnya penyebaran penyalkit menular akan makin mudah terjadi. Selain itu ditempat lokalisasi ada aturan yang melarang masuk anak di bawah umur. Namun ketika PSK secara sendiri-sendiri menjajakan dirinya secara terbuka, makapeluang anak dibawah umur untuk bisa menikmati hubungan seksual dengan PSK semakin mudah.  

5.       The cure can be worse than the disease. Obatnya bisa lebih buruk daripada penyakit. Hukum ini menggambarkan bahwa solusi itu ibaratkan obat bagi setiap permasalahan. Jika solusi yang diberikan melebihi dari kapasitasnya permasalahan yang dihadapi dapat menjadi tidak efektif bahkan menjadi ketergantungan atau kecanduan dan berbahaya. Analogi dari hukum ini dapat dilihat pada kasus berikut,
-          Program  Jaringan Pengaman Sosial (JPS) atau BLT yang membuat sebagian orang menjadi tergantung
-          Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk pertanian, Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.

6.       Faster is slower , Lebih cepat berarti lebih lambat. Ketika kita melihat keberhasilan kita di depan mata kita melakukannya dengan kecepatan penuh tanpa hati-hati maka proses pertumbuhan kita akan malah menjadi lambat dibandingkan dengan yang seharusnya artinya sesuatu yang instan dan tanpa melalui proses yang selayaknya, sebenarnya adalah mengalami perlambatan. Analogi dari hukum ini sebagai berikut,
-        Keinginan membersihkan KKN di pemerintah yang tergesa-gesa dan tidak sistemik, sehingga terlihat hanya tebang pilih dan penyelesaiannya sangat lambat bahkan jalan di tempat.
-        Menetapkan visi tanpa mengikutsertakan karyawan dalam proses (tidak ada shared vision). Organisasi tersebut akan tumbuh dengan lambat.
-        Promosi yang berlebihan tanpa disertai dengan perbaikan kualitas pelayanan yang memadai
-        Penambahan banyak orang dalam proyek yang telah berhasil sebelumnya malah akan menjadi lambat karena komunikasi yang kurang efektif (overhead) dan hilangnya koherensi tim.  

7.       Cause and effect are not closely related in time and space , Penyebab dan akibat tidak terkait erat dalam arti ruang dan waktu. Orang-orang sering mengasumsikan setiap ada sebab pasti ada akibat yang tidak jauh dari sebabnya padahal semua itu karena adanya gejala yang jelas yang mengindikasikan bahwa terdapat masalah. Misalkan kalau terdapat masalah di lini pabrik, kit akan mencari sebab di pabrik, atau penjualan tidak bisa mencapai target kit aberpikir kita butuh insetif penjualan yang baru atau promosi. Menurut pandangan Senge bahwa “sebab” dan “akibat” tidaklah dekat dalam sisi ruang dan waktu. Analogi hukum ini dapat terlihat pada kasus berikut,
-          Dampak krisis ekonomi mengakibatkan terjadinya lost of generation yang akan tampak pada beberapa dekade kemudian
-          Pelayanan yang kurang informatif akan menurunkan revenue karena pasiennya pergi ke tempat lainnya

8.       Small changes can produce big results-but the areas of highest leverage are often the least obvious Perubahan kecil dapat menghasilkan akibat yang besar- tapi area yang sangat signifikan  acapkali kurang jelas. Dalam berpikir sistem, perubahan kecil yang berfokus akan memberikan dampak yang signifikan, namun sangatlah sulit untuk menemukan hal yang kecil tersebut karena terkadang tidak nampak jelas sehingga orang tidak menyadari perubahan yang telah dilakukannya itu. Analogi dari hukum ini dapat dilihat pada perubahan kecil yang telah dilakukan Abdul Gani, semasa menjadi CEO Garuda Indonesia, menemukan sesuatu yang luar biasa yaitu “ketepatan waktu”. Baginya, ketepatan waktu adalah sesuatu yang mudah dicapai dengan biaya yang murah. Sementara itu orang-orang bisnis yang menjadi sasaran utama Garuda sangat mengutamakan waktu. Baginya, variabel lain dapat dikompensasi tetapi waktu tidak. Maka setelah berhasil mencegah perdarahan di Garuda, ia segera membenahi ketepatan waktu. Caranya sederhana saja, tentukan berapa angka ketepatan waktu sekarang, tetapkan target setiap bulan, komunikasikan dan berikan imbalan merata kepada setiap karyawan. Baginya ketepatan waktu merupakan hasil kerja team. Mulai dari check in counter, baggage handling, boarding kedalam pesawat, hantaran catering, kesigapan team maintanance, kecermatan awak kabin dan sebagainya. Hasilnya adalah perlahan-lahan angka ketepatan Garuda meningkat dan berhasil memperoleh penghargaan internasional. Perubahan kecil ini disambut dengan antusias oleh karyawan. Mereka semua senang dan penumpang pun mengapresiasi. Perubahan kecil ini menghasilkan apa yang disebut Halo effect. Sebuah hal kecil yang telah mengubah citra yang besar dan menimbulkan effect yang luar biasa. Maka mulailah dengan hal kecil yang menimbulkan dampak yang besar. (diambil dari Change karya Rhenald Kasali, 2007:151)    

9.       You can have your cake and eat it too – but not at once , Anda dapat memiliki kue dan memakannya juga - tetapi tidak sekaligus. Dalam berpikir sistem, sangat memperhatikan proses perubahan yang terjadi dan memerlukan kesabaran karena Jika kita sabar maka beberapa tujuan bisa diraih. Analoginya adalah anda bisa meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya tetapi dilihatnya dalam waktu yang agak lama, atau misalkan sebuah organisasi yang ingin meningkatkan kemampuan karyawannya dengan menyekolahkan, maka kemampuan karyawan akan naik namun perlu waktu.

10.   Dividing an elephant in half does not produce two small elephants , Membagi gajah menjadi dua  tidak mengahasilkan dua ekor gajah kecil. Ketidakmampuan untuk melihat sistem secara keseluruhan sering dapat menyebabkan keputusan suboptimal. Guna memahami konteks manajerial yang paling menantang membutuhkan keseluruhan sistem yang membangkitkan konteks ini. Misalkan membagi dua organisasi pelayanan maka tidak akan mennghasilkan dua organisasi pelayanan yang sama. Atau dalam kasus otonomi melalui pemekaran daerah.

11.   There is no blame , Tidak Ada yang perlu disalahkan. Maksud dari hukum ini adalah kita cenderung menyalahkan orang lain (pesaing, pers, perubahan pasar, pemerintah) atas permasalahan yang kita alami. Berpikir sistem menunjukkan pada kita bahwa tidak ada orang luar. Tapi kita dan penyebab masalah kita adalah bagian dari Sistem. Obatnya terletak pada hubungan kita dengan musuh kita.

Kesimpulan :
Ke 11 hukum Berpikir sistem ini menunjukkan bahwa semua solusi memiliki konsekuensi, kadang buruk dan tak terduga. Sistem di sekitar kita adalah apa yang ada pada diri kita dan seharusnya tidak menyalahkan tetapi belajar dari mereka. Kita harus memahami apa yang kita hadapi, baik manusia maupun sebuah teknologi PL secara sadar belajar rangkaian hubungan sebab dan akibat sistem secara keseluruhan dan sebagai bagian dari sistem dan belajar bagaimana bekerjasama dengan diri kita sendiri.

Referensi

Rhenald Kasali. 2007. Change :Manajemen perubahan dan Manajemen Harapan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Senge,Peter M.(1990). The Fifth Discipline : The art and practice of the learning organization.New York: Doubleday